Bambu, Material Desain Bernilai Ekologi Tinggi
SerambiBisnis.com - Menggunakan bambu sebagai material desain bukan hanya menghasilkan karya kerajinan yang unik dan menarik. Bambu memiliki nilai lebih diibandingkan dengan material alam lain seperti kayu dan rotan, dilihat dari nilai ekologisnya yang lebih tinggi.
Pemilihan material untuk furnitur, perabotan, atau aksesori rumah memang bergantung pada preferensi masing-masing individu. Namun, nilai ekologis itulah yang membedakan. Bambu itu penghasil oksigen yang banyak, 18%-30%. Bila sudah dipanen, budi dayanya lebih mudah. Bila semakin banyak orang pakai bambu, petani bambu akan semakin semangat menanam bambu karena permintaannya tinggi.
Bila produksi bambu lebih banyak, pohon-pohon di hutan pun tidak perlu lagi ditebang untuk diambil kayunya sehingga ekosistem dan kondisi lingkungan hidup diharapkan semakin baik. Bila dibandingkan dengan rotan, kesulitannya ada pada budi dayanya. Rotan tumbuh seperti benalu sehingga dibutuhkan pohon induk untuk membudidayakan rotan.
Selain perbandingan dari nilai ekologis, sejauh ini bambu pun memiliki harga yang relatif lebih murah. Bobotnya pun ringan sehingga saat menjadi barang ekspor akan lebih murah biaya pengirimannya keluar negeri. Bobot ringan itu juga memudahkan pemiliknya untuk memindah-mindahkan letaknya.
Perabotan yang didesain menggunakan material alam bisa memberikan aksen berbeda pada desain interior rumah. Namun, memang, material alam itu memiliki beberapa hal kritis dalam perawatan ataupun pemakaiannya yang harus diperhatikan.
Material alam itu apa pun sama. Air yang terus-menerus terserap ke dalamnya akan merusak. Oleh karena itu, perawatannya sebenarnya mudah, cukup dilap saja. Kalaupun ingin dicuci segera dilap atau ditiriskan dengan posisi berdiri supaya air tidak terserap.
Selain itu, material alam pun masih hidup meskipun dia sudah diolah. Material itu masih bernapas dan bambu adalah material yang bernapas lebih banyak. Saat pori-porinya bernapas, efek yang terlihat adalah muncul titik-titik putih seperti debu yang menggumpal. Itu pun cukup dilap kering untuk menghilangkannya.
Satu hal lain adalah rayap. Meskipun proses pembuatan dan pelapis akhir sudah memakai bahan khusus, 5% dari produksinya bisa terkena serangan rayap. Namul, berbeda dengan kayu, rayap di bambu hanya memperlihatkan lubang kecil dan tidak membuat keropos.
Oleh karena itu dianjurkan untuk memakai perabotan bermaterial alam dengan apik. Jangan sampai barang-barang itu hanya menjadi pajangan. Perabotan dari bambu, bila semakin sering dipegang akan semakin halus. Kulit manusia adalah ampelas alami bagi bambu.