Gania Alianda Menjajal Bisnis Mukena
SerambiBisnis.com - Mikrofon, entakan musik keras, massa yang bergoyang membentuk mosh pit, menjadi dunia yang akrab bagi Gania Alianda sekitar lima tahun lalu. Namun, mantan vokalis Billfold, band beraliran hardcore asal Bandung ini, sudah sepenuhnya beranjak dari sana.
Ia kini fokus mengejar cita-cita yang lain dan memenuhi renjananya sebagai pemilik jenama fashion perempuan. Sekitar 2014, di tengah perjalanan kariernya sebagai vokalis, Gania mulai merintis usahanya. Ketika itu, ia merancang sendiri tiga artikel pertamanya, yang masing-masing terdiri atas satu lusin kaus. Hingga sekarang bajunya terpasarkan melalui internet dan konsinyasi di beberapa kota.
Perempuan dengan tahi lalat di hidung ini menyatakan, karya-karyanya merupakan representasi dari karakternya. Bisa dipakai perempuan kapan saja di mana saja, tetapi bukan yang terlalu girly. Sebuah rancangan monokrom, yang sepintas terlihat seperti pakaian khas Jepang, kimono, tetapi terlihat juga lebih kasual dan enak dibawa bergerak ke sana kemari.
Dunia wirausaha yang tentunya sangat berbeda dengan panggung, ia akui, sempat membuatnya canggung. Akan tetapi, ada benang merah yang sama. Di panggung, Gania mengeksplorasi lagu dengan ekspresi dan interaksinya bersama penonton dan personel band lain. Di bisnisnya, karyanya muncul di permukaan, tanpa embel-embel namanya sekalipun.
Sementara itu, dalam mengelola Gvns, usaha pakaian perempuan Gania, ia mencurahkan perhatian penuh sejak dari menggagas konsep, memastikan penggunaan bahan, mengawasi jahitan, hingga pemasaran yang umumnya masih dilakukan dalam jaringan.
Peran suami
Menikah dengan Indra Saefur, pengusaha yang lebih dulu terjun dalam dunia fashion, membawa pengaruh cukup besar dalam berkembangnya usaha Gania. Banyak hal yang ia pelajari dari Indra.
Ia banyak belajar dari suaminya dalam memasarkan dan mengembangkan usahanya sehingga bisa lebih serius mengembangkan produknya. Bahkan Gvns telah mengalami perkembangan dalam rancangannya. Mulai dari rancangan remaja yang kasual, terkesan tomboi, dan cuek, bertransformasi menjadi busana perempuan yang bisa digunakan dalam nuansa formal dan santai.
Pengaruh suaminya juga cukup besar dalam mengubah penampilannya. Dua hari setelah ijab kabul pernikahan, ia meminta pendapat suami untuk menutup auratnya dengan menjadikan kerudung sebagai bagian pakaian sehari-hari. Gayung bersambut, ia kini identik dengan hijab yang melekat padanya. Gania kini rajin mengikuti kajian Islam di Masjid Al-Lathif Kota Bandung.
Di sela-sela kesibukan, memotret telah jadi hobi Gania, sejak masih berseragam putih abu. Ketika SMA dia sudah mahir membidikkan lensa pada objek apa pun yang baginya menarik. Pun ketika menjadi anak band, Gania kerap mengabadikan setiap tempat menarik yang dia kunjungi di sela tur. Apalagi, ketika berkuliah di Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Widyatama, ia juga menempuh mata kuliah fotografi.
Setelah sukses dengan bisnis outfit perempuan yang dijalaninya lima tahun ini, Gania Alianda melirik prospek bisnis busana Muslimah. Ia memulainya dengan produksi kerudung dan busana. Ia mengatakan, pada merek sebelumnya, konsep baju perempuan berlaku universal. Pada merek terbarunya ini, ia juga menjajal bisnis mukena.
Pencapaian ini membuat Gania tersadar, bahwa meskipun memulai dari nol, dengan konsistensi ia mampu meraih kesuksesan. Ia mengatakan, jatuh bangun dan berbagai rintangan selalu ada dalam bisnis ini. Semua kembali ke renjana. Jika memang suka, mau jatuh seperti apa pun, akan bangkit lagi. Cuan itu penting, tapi lebih penting lagi kita suka, katanya.
Saat ini, Gania lebih ingin dikenal sebagai perempuan pebisnis alih-alih sebagai anak band. Sebab, meski tersempal obrolan tentang band, dia meminta agar hal itu tidak lagi ditonjolkan. Namun, bukan berarti pertemanan dengan masing-masing personel bubar. Gania masih menyempatkan berkomunikasi, sesekali berkumpul, dan tetap menjaga silaturahmi. Akun media sosial mereka pun masih aktif digunakan, kendati tidak banyak hal yang dipublikasikan. (Gita Pratiwi/PRM/27102019)